Selasa, 25 Oktober 2011

Systim Ekonomi Kerakyatan Melalui Wadah Gerakan Kopersi Indonesia



SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI WADAH GERAKAN KOPERASI INDONESIA




        Penyusun ;      
       
       NAMA           :        YULIANTO
       KELAS          :        2 EA 21
       NPM              :       18210756


FAKULTAS EKONOMI MANAGEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011





KATA PENGANTAR


 Puji syukur atas kehadirat allah swt dengan segala rahmat dan karunia-nya serta shalawat dan salam saya panjatkan kepada junjungan nabi besar muhammad saw yang dengannya saya penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini walau mengalami berbagai kesulitan dalam menyelesaikannya. dengan tekat yang kuat dan rasa tanggung jawab yang tinggi akhirnya karya tulis ini dapat disusun guna melengkapi tugas ekonomi koperasi. dengan kerja keras dan dukungan dari bapak nurhadi selaku dosen soft-skill, saya telah berusaha untuk dapat memberikan serta mencapai hasil yang sesempurna mungkin dan sesuai dengan harapan, walau di dalam pembuatannya saya menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan waktu yang begitu mendesak.
Tidak luput saya selaku penulis sangat mengharapkan kritik dan saran kepada bapak nurhadi selaku dosen pembimbing mata kuliah soft-skill. saya menyadari bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dalam penulisan karya tulis ini untuk dapat menyempurnakan dimasa yang akan datang. semoga apa yang disajikan dalam karya tulis ini dapat bermanfaat bagi saya dan teman-teman maupun pihak lain yang berkepentingan.




 bekasi,
                                                                                                           Penulis


                                                                                             YULIANTO





DAFTAR ISI


JUDUL ………………………………………………………………………....... I
KATA PENGANTAR ………………………………..……………………………II
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. III
BAB I …………………………………………………………………………….. 1
1.      PENDAHULUAN ……………………………..……………………………..1
1.1  LATAR BELAKANG ………………………….…..…………..……………....1
1.2  TUJUAN ………………………..……………….…………...………………. 2
1.3  SASARAN …………………………..…………….…………………..……..  2
BAB II…………………………………………………………………………....   3
2.  PERMASALAHAN ……………………………..……...……….…………...... 3
2.1 GAMBARAN SECARA UMUM…...…………………….………………….... 3
2.2 SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA…………………………………….... 4
BAB III…………………………………………………………………………... 14
3.  PENYELESAIAN………...…………………………………………………... 14
3.1 STRENGTH (KEKUATAN)……...…………………..……………………… 14
3.2 WEAKNESS (KELEMAHAN)…...…………………..…………..…………. 20
3.3 OPPORTUNITIES (PELUANG)………...……………..……………………. 20
3.4  THREAT (TANTANGAN)………...……………………..…………………... 21
BAB IV……………………………………………………………………………23
4.  PENUTUP…………………………………………………..…………………23
4.1 KESIMPULAN ……………..………………………………………………...23
4.2 REFERENSI ………………………..………………………….……………  24



BAB I 

1.     PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kata Koperasi sudah tidak asing lagi ditelinga kita semua. Definisi masyarakat terhadap Koperasi berbeda-beda, tetapi secara umum koperasi dikenal sebagai suatu bentuk perusahaan yang unik. Beberapa pengertian Koperasi menyebutkan, “ Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung risiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan (ILO, 1966 dikutip dari Edilius dan Sudarsono,1993). Pengertian lainnya menyebutkan, “Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum yang lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan biaya semurah-murahnya,itulah yang dituju. Pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan (Hatta,1954).
Dari definisi-definisi tersebut bisa dilihat bahwa dalam Koperasi Setidak- tidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Unsur pertama adalah unsur ekonomi, sedangkan unsure kedua adalah unsur sosial . Sebagai suatu bentuk perusahaan, Koperasi berusaha memperjuangkan pemenuhan kebutuhan ekonomi para anggotanya secara efisien. Sedangkan sebagai perkumpulan Orang, Koperasi memiliki watak sosial. Keuntungan bukanlah tujuan utama Koperasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta (1954), yang lebih diutamakan dalam koperasi adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.




1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
Ø   untuk melengkapi tugas soft-skill ekonomi koperasi dan
Ø   mengetahui peran Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan,
Ø   apakah Koperasi memiliki peran penting dalam Ekonomi Kerakyatan.
Ø   Mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia.

1.3 Sasaran

Berdasarkan tujuan penulisan diatas, makalah ini memiliki sasaran sebagai sarana pemberian informasi yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk bahan pemikiran tentang peran Koperasi. Sehingga dapat memacu pembaca untuk mengembangkan koperasi menjadi lebih baik, dan bisa lebih memperhatikan Koperasi Indonesia. Serta memperhatikan faktor-faktor pendukungnya meliputi faktor SDM,system,pra-sarana dalam menjalankan koperasi.  




BAB II

2. PERMASALAHAN

2.1. Gambaran Secara Umum

Dilihat dari asal katanya, istilah koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation yang berarti usaha bersama. Secara umum Koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara suka rela mempersatukan diri untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka, melalui pembentukan sebuah perusahaan yang dikelola secara demokratis. Aturan-aturan pengoperasian koperasi yang kini menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang dijadikan dasar oleh dasar bagi Koperasi-koperasi di dunia adalah sebagai berikut :
Ø     Keanggotaan yang bersifat terbuka (open memberships and voluntary)
Ø     Pengawasan secara demokratis (democratic control)
Ø     Bunga yang terbatas pada modal
Ø     Pembagian SHU yang sesuai dengan jasa anggota (proportional distribution of 
surplus)
Ø     Penjualan dilakukan sesuai harga pasar yang berlaku dan secara tunai (trading 
cash)
Ø     Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik (political,
racial, religious neutrality)
Ø     Barang-barang yang dijual harus merupakan yang asli, tidak rusak atau  palsu
Ø     Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan (promorion of  education)

Di Indonesia Prinsip Koperasi telah dicantumkan dalam UU no.12 tahun 1967
dan UU no.25 tahun 1992,prinsip koperasi dinyatakan sebagai berikut :
Ø     Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela
Ø     Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Ø     Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya 
jasa usahamasing-masing anggot.
Ø     Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,Kemandirian
Ø     Pendidikan perkoperasian dan Kerjasma antar koperasi 
Penjelasan mengenai Koperasi lainya juga disebutkan dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945,antara lain dikemukakan : “…perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Sedangkan menurut pasal 1 UU no 25/1992 Yang dimaksud koperasi di Indoensia adalah :…..badan usaha yang beranggotakan orang – seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi Indonesia sebagaimana diatur dalam UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dijelaskan pada bab II dalam dua pasal. Landasan dan asas koperasi dijelaskan dalam pasal 2, dan tujuan koperasi dijelaskan dalam pasal 3. Berikut kutipan bunyi lengkap pasal dimaksud:
Pasal 2
     Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 
     atas asas kekeluargaan.
Pasal 3
    Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan 
    masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perkeonomian
    nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
    berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 

2.2 Sejarah Koperasi Di Indonesia

a.      Awal Berdirinya Kopreasi Di Indonesia

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed 1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas masjid yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas masjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti mulailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan-pinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi.


Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1.     Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
2.     Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
3.     Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan 
biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336 H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul Wahab Tambakberas dimana brankas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini untuk dijadikan periode “nahdlatuttijar”. Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas meneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi.


Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, dimana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas :
1.     Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia 
mengenai seluk beluk perdagangan;
2.     Dalam rangka peraturan koperasi No 91, melakukan pengawasan dan 
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;
3.     Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, 
cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan- perusahaan;
4.     Penerangan tentang organisasi perusahaan;
5.     Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia 
(Raka.1981,h.42) DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi 
Koperasi” 1920 ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Atas dasar catatan sejarah, terjadilah perkembangan koperasi seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1

Tahun                Jml. Koperasi                      Jml. Anggota
1930                          39                                    7.848
1931                        133                                  13.725
1932                        172                                  14.134

Sumber :  Sepoeloeh Tahoen Koperasi

Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam bentuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 koperasi (=77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam (Djojohadikoesoemo,1940 h.82) sedangkan selebihnya adalah koperasi jenis konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung. Adapun data perkembangan koperasi sebagai berikut;

Tabel 2
Tahun      Jml. Koperasi                    Jml. Anggota               Jml Simpanan
1930                 39                               7.848                       f. 101.296
1931               133                             13.725                        f.194.578
1932               172                             14.134                        f.264.184
1933               233                             18.444                        f.317.613
1934               263                             18.845                        f.375.577
1935               299                             19.298                        f.306.317
1936               324                             20.544                        f.302.399
1937               410                             28.999                        f.5703182
1938               540                             40.491                        f.633.082
1939               574                             52.555                        f.850.671

Sumber : Sepoeloeh Tahoen Koperasi


Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturan-aturannya.
2.     Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan diadakan.
3.     Nama orang yang bertanggung jawab, kepengurusan dan anggota-anggotanya.
4.     Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan itu sekali-kali 
bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”. Undang-undang ini pada hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian (Team UGM 1984, h. 139 – 140). Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya.


b.      Perkembangan Koperasi Dalam  Sistem Ekonomi Terpimpin

 Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yang juga selaku PAnglima Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat keputusan dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, atau lebih dikenal dengan Manifesto politik (Manipol). Dalam pidato itu diuraikan berbagai persoalan pokok dan program umum Revolusi Indonesia yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi.
Dampak Dekrit Presiden dan Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol. Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-UndangNo. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 1907).
Dalam taraf sekarang bukan saja tidak mencapai tujuan untuk membendung arus kapitalisme dan liberalism, tetapi juga tidak menjamin bentuk organisasi dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang sebenarnya (Sularso 1988, h. VI-VII). Dalam tahun 1960 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang penyaluran bahan pokok dan penugasan Koperasi untuk melaksanakannya. Dengan peraturan ini maka mulai ditumbuhkan koperasi koperasi konsumsi.


Penumbuhan koperasi oleh Pemerintah secara missal dan seragam tanpa memperhatikan syarat-syarat pertumbuhannya yang sehat, telah mengakibatkan pertumbuhan koperasi yang kurang sehat. Lebih jauh dari itu Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 menetapkan bahwa sector perekonomian akan diatur dengan dua sektor yakni sector Negara dan sector koperasi, dimana sector swasta hanya ditugaskan untuk membantu. Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan seragam. Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak.
Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960. Salah satu pasal yang terpenting adalah pasal 5 yang berbunyi : “Koperasi, struktur, aktivitas dan alat pembinaan serta alat perlengkapan organisasi koperasi, mencerminkan kegotong-royongan progresif revolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis)”. Dalam memori penjelasannya dinyatakan sebagai berikut : “Sesuai dengan penjelasan umum perkoperasian (pola koperasi) tidak dapat dipisahkan dari masalah Revolusi pada umumnya (doktrin Revolusi), sehingga tantangan-tantangan dari gerakan koperasi hakekatnya merupakan tantangan daripada Revolusi itu sendiri”.


A)    Dalam tahap nasional demokrasis :
1.    Mempersatukan dan memobilisir seluruh rakyat pekerja dan produsen kecil yang merupakan tenaga-
tenaga produktif untuk meningkatkan produksi, mengadilkan dan meratakan distribusi;
2.    Ikut serta menghapus sisa-sisa imperalisme, kolonialisme dan feodalisme;
3.    Membantu memperkuat sector ekonomi Negara yang memegang posisi 
memimpin;
4.    Menciptakan syarat-syarat bagi pembangunan masyarakat sosialis Indonesia.
B)  Dalam Tahap sosialisme Indonesia :
  1. Menyelenggarakan tata ekonomi tanpa adanya penghisapan oleh manusia atas manusia;
  2. Meningkatkan tingkat hidup rakyat jasmaniah dan rokhaniah;
  3. Membina dan mengembangkan swadaya dan daya kreatif rakyat sebagai perwuju dan masyarakat gotong-royong.”
Pasal 7 menyatakan sebagai berikut:
1. “Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pokok perkoperasian.
2. Dengan Peraturan Pemerintah diatur hubungan antara gerakan koperasi dengan
Pemerintah, Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah dan swasta bukan koperasi”. Memori penjelasannya menyatakan : “Untuk menjamin azas Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin kebijaksanaan perkoperasian ditetapkan oleh Pemerintah”. Bersamaan dengan disyahkannya UU No. 14 tahuhn 1965 dilangsungkan Musyawarah Nasional KOperasi (Munaskop) II di Jakarta yang pada dasarnya merupakan ajang legitiminasi terhadap masuknya kekuatankekuatan politik di dalam koperasi sebagaimana diatur oleh UU Perkoperasian tersebut. Dalam kesempatan tersebut, juga diputuskan bahwa KOKSI (Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia) Menyatakan keluar dari keanggotaan ICA.


c.       Keadaan Koperasi Indonesia  3 Tahun Terakhir  
     
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah koperasi di Indonesia tahun ini tumbuh 20,61% menjadi 186.907 unit dari posisi Desember 2008 sebanyak 154.964 unit. Jumlah anggota koperasi tahun ini pun menanjak 11,15% dari capaian 2008 menjadi 30,5 juta unit.
Seiring peningkatan jumlah unit dan anggota koperasi, total aset koperasi juga meningkat. Apabila dibandingkan dengan capaian Desember 2008 sebesar Rp68,4 triliun, maka peningkatan tahun ini mencapai 29,63% menjadi Rp97,3 triliun."Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat," tutur Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan, di acara pembukaan Hari Koperasi Nasional ke-64 di Jakarta, hari ini. Menurut Syarief, pertumbuhan jumlah unit, anggota, dan aset koperasi ini bisa jadi data untuk memperkuat hipotesa koperasi dapat menaikkan pendapatan rakyat. Caranya lewat pemberdayaan koperasi dan UKM.
Namun, pertumbuhan ini tak berarti membuat Kementerian Koperasi dan UKM puas. "Kami sadar ada koperasi yang belum berprestasi. Ini tugas pemerintah untuk membantu, memfasilitasi, dan memberdayakan koperasi agar koperasi dapat bangkit jadi koperasi yang kuat," kata Syarief. Puncak peringatan Hari Koperasi Nasional ke-64 dirayakan di Istora, Senayan, Jakarta, hari ini, bertema Koperasi Kuat, Rakyat Sejahtera. Dalam acara itu diserahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 9 pelaku usaha, penyerahan dana bergulir , dan penyerahan sertifikat hak milik dan hak guna bangunan. Di samping itu, ada pula penyerahan penghargaan bhakti koperasi dan koperasi berprestasi serta penyematan tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan kepada 13 orang dan Satya Lencana Wirakarya kepada sembilan orang.





BAB III

3. PENYELESAIAN

3.1 Kekuatan ( strength )

Ekonomi Kerakyatan adalah merupakn sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Ekonomi Kerakyatan memiliki prinsip bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan,selain itu ekonomi kerakyatan juga menginginkan kemakmuran rakyat. Prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan itu seluruhnya terkandung dalam Koperasi.  Dalam konteks ekonomi kerakyatakan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya di bawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Hal ini menunjukan bahwa Koperasi memiliki peranan dalam Ekonomi Keakyatan karena Koperasi merupakan bentuk perusahan, satu-satunya bentuk perusahaan yang sesuai dengan Ekonomi Kerakyatan.
Peranan Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan bisa dilihat dari penjabaran yang lebih terperinci mengenai Pengertian Koperasi di Indonesia ( lihat Anonim,1989). Pengertianya adalah sebagai berikut :
1.  Kopoerasi didirikan atas dasar adanya kesamaan kebutuhan diantara para  
anggotanya, Kebutuhan yang sama ini lalu diusahakan pemenuhnya melalui 
pembentukan perusahaan. Dengan adanya perusahaan yang dimilki secara 
bersama-sama, maka diharapkan kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan cara yang 
lebih baik disbanding dengan dilakukan oleh masing-masinganggota secara perorangan.
2.  Koperasi didirikan atas dasar kesadaran mengenai keterbatasan  kemampuan. 
Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyatukan diri demi keepentingan bersama
yang lebih besar. Usaha itu dilandasi oleh suatu cita-cita yang luhur untuk menolong
diri sendiri atas dasar keyakinan akan harga diri, kesadaran pribadi serta rasa setia kawan.


Prinsip-prinsip koperasi

1.      Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding berdasar jasa usaha 
masing-masing anggota.
2.      Kemandirian
3.      Pembagian balas jasa yang terbatas pada modal
4.      Keanggotan bersifat terbuka dan sukarela
5.      Pengelolaan dilakukan secara demokratis

Struktur Organisasi koperasi
1.      Rapat Anggota
2.      Pengurus Pengawas
Sumber permodalan koperasi:

1.     MODAL SENDIRI
a.      Simpanan Pokok
      Simpanan yang dibayarkan oleh anggota ketika pertama kali masuk menjadi anggota koperasi,Simpanan ini dibayar hanya sekali dan bisa diambil bila keluar dari keanggotaan koperasi
b.     Simpanan wajib
      Simpanan yang dibayarkan oleh anggota secara berkala selama menjadi anggota koperasi. simpanan ini dibayar terus-menerus dan bisa diambil bila keluar dari keanggotaan koperasi modal sendiri
2.     Dana cadangan
Bagian dari SHU koperasi yang tidak dibagikan kepada anggota
Dana cadangan digunakan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi.
3.      Hibah
Bantuan dari berbagai pihak yang tidak harus dikembalikan hibah merupakan pemberian cuma-cuma untuk membantu koperasi modal sendiri.
4.     Modal Pinjaman
a)      Sumber dari Koperasi lain
b)      Bank
c)      Lembaga keuangan lain

Peran dan Fungsi koperasi

1.     Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
2.     Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
3.     Mengembangkan dan membangun potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
4.     Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

Landasan Koperasi

·         Landasan idiil : Pancasila.
·         Landasan struktural : UUD 1945.
·         Landasan operasional:
      - UU No. 25 Tahun 1992
- Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
·         Landasan mental : kesadaran pribadi dan kesetiakawanan

Jenis Koperasi Jika Dilihat Dari Lapangan Usahanya

·          Koperasi simpan-pinjam ( kredit )
      Koperasi ini menerima tabungan dari anggota dan memberi pinjaman pada masyarakat dengan syarat mudah dan ringan.
·          Koperasi Konsumsi
      Koperasi ini menjual barang-barang keutuhan sehari-hari kepada masyarakat, atau koperasi yang mengelola unit usaha pertokoan.

·         Koperasi Produksi
·         Operasi Jasa
      koperasi yang mengelola unit usaha pelayanan jasa.
·         Koperasi Serba usaha
      Koperasi yang usahanya lebih dari satu seperti meliputi usaha kredit,konsumsi, produksi, dan jasa.

Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (KUMKM) 

Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi Wayan Suarja, dalam Konvensi Nasional Pers di Samarinda, menyampaikan bahwa dalam kaitan dengan peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, maka pemenuhan terhadap hak atas pekerjaan secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi salah satunya oleh kebijakan pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, disamping juga sektor riil dan perdagangan. Pengembangan KUMKM memiliki potensi yang besar dan strategis dalam rangka mengurangi kemiskinan, mengingat pertumbuhan dan aktifnya sektor riil yang dijalankan KUMKM mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat, yaitu tersedianya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa KUMKM dapat menjadi penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja.
KUMKM dapat diandalkan sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat pedesaan, perkotaan, bahkan di daerah tertinggal.
Dalam rangka memberdayakan KUMKM, maka Kementerian Koperasi dan UKM melakukan beberapa kegiatan antara lain:



1.     Program penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UKM

      Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
      a.  Fasilitasi dan penyediaan kemudahan formalisasi usaha dengan mengembangkan 
      pola pelayanan  satu atap untuk memperlancar proses dan biaya perijinan.
      b. Penyempurnaan peraturan perundangan beserta ketentuan pelaksanaannya
      dalam rangka membangun legalitas usaha yang kuat, melanjutkan penyederhaan 
      birokrasi, perijinan, dan lokasi, serta peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai 
      pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifikasi daerah.
      c. Memperbarui/memulihkan hak-hak legal, antara lain dengan memperbarui /
      memulihkan surat-surat ijin usaha melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana, 
      mudah, cepat, dan tanpa pungutan, bahkan apabila memungkinkan cukup 
     dengan melapor atau mendaftar saja.

2.      Program pengembangan sistem pendukung usaha KUKM
     
       Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
       a.  Perluasan sumber pembiayaan, khususnya kredit investasi dan penyediaan 
       pembiayaan ekspor melalui lembaga modal ventura dan lembaga bukan bank 
       lainnya, terutama yang  mendukung UKM.
       b.  Penggunaan jaringan pasar domestik untuk produk-produk UKM dan 
       anggota koperasi melalui  pengembangan lembaga pemasaran jaringan/
       kemitraan usaha, dan sistem transaksi usaha yang bersifat  on-line, 
       terutama untuk komoditas unggulan berdaya saing tinggi.
       c.  Penguatan infrastruktur pembiayaan bagi petani dan nelayan di pedesaan 
       dan pengembangan badan  pembiayaan alternatif, seperti: sistem bagi hasil 
       dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh masyarakat 
       setempat sebagai ganti agunan, dan penyuluhan perkoperasian kepada
       masyarakat  luas.
       d.  Fasilitasi pengembangan badan penjaminan kredit melalui kerja sama bank 
       dan lembaga asuransi, dan fasilitasi bantuan teknis kepada BPR dan 
       Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk meningkatkan penyaluran
       kredit bagi sektor pertanian.
       e.  Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan 
       pengrajin melalui pendekatan  pembinaan sentra-sentra produksi disertai 
       dukungan penyediaan infrastruktur pedesaan.
        f.  Bantuan untuk KSP/USP yang masih dapat melakukan kegiatan.
       g.  Memfasilitasi UKM agar dapat berdagang di pasar darurat yang
       disediakan Departemen Perdagangan.

3.     Program pengembangan kewirausahaan & keunggulan kompetitif KUKM

Kegiatan yang dilakukan melalui program ini adalah:
a.  Bantuan teknis dan pendampingan teknologi kepada pemerintah daerah, 
masyarakat dan UKM di wilayah perbatasan.
b.  Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan 
wirausaha baru UKM  berbasis teknologi, berorientasi ekspor, pengembangan 
inkubator teknologi dan bisnis, serta pemberian dukungan pengembangan
kemitraan investasi antar UKM.
c.  Pemasyarakatan kewirausahaan, penyediaan sistem insentif dan 
pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis 
teknologi, berorientasi ekspor sub kontrak,dan agribisnis/agroindustri.
d.  Pendataan ulang/revitalisasi kelembagaan KUKM.
e.  Bantuan pembuatan alat/sarana usaha berupa kapal penangkap ikan yang 
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap bersama Departemen Kelautan 
dan Perikanan.


3.2 Kelemahan ( weakness )
      Hal-hal yang menjadi kelemahan system perekonomian kerakyatan di Indonesia:
      a.    Sumber daya manusia (SDM) yang tidak siap untuk menghadapi persaingan 
      perekonomian yang berubah-ubah dan berkembang dengan cepat.
      b.   Faktor pendukung fasilitas, system perkonomian yang belum sempurna.

Hal-hal yang menjadi kelemahan koperasi di Indonesia ;
a.    Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.
b.    Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.
c.     Pengurus kadang-kadang tidak jujur.
d.      Kurangnya kerja sama antara pengurus,pengawas,anggotanya.

3.3 Peluang (opportunities )

Data BPS dan Menegkop & UKM menunjukkan bahwa pada tahun 1999 di Indonesia terdapat sekitar 37,86 juta unit usaha yang hampir keseluruhannya (37,8 juta atau 99,9 persen) adalah usaha mikro (beromset £ Rp. 50 juta per tahun) dan usaha kecil (beromset £ Rp. 1 miliar per tahun), sedangkan sisanya sejumlah 51,8 ribu adalah usaha menengah (0,14 persen) dan 1,9 ribu usaha besar (0,005 persen). Sekitar 59,6 juta orang tenaga kerja (88,9 persen dari 67,1 juta lapangan kerja nasional) diserap oleh usaha mikro dan kecil, namun perannya dalam pembentukan PDB nasional (non-migas) hanya 41,3 persen, sedangkan usaha menengah dan besar berturutturut sebesar 16,3 dan 33,1 persen.
 Jumlah unit usaha serta tenaga kerja yang besar dengan rata-rata kualitas sumberdaya manusia yang rendah menjadi hambatan mendasar dalam pengembangan UKM dan Koperasi. Di samping itu terdapat berbagai permasalahan kebijakan, termasuk regulasi, birokrasi dan retribusi yang berlebihan, sehingga menyebabkan beban biaya transaksi yang besar pada UKM dan Koperasi dan keterbatasan akses terhadap sumberdaya produktif seperti modal, teknologi, pasar dan informasi.
Tantangan eksternal yang mendasar adalah pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan pesatnya mobilitas dana investasi. Demikian pula perkembangan teknologi yang diikuti dengan cepatnya perubahan selera konsumen semakin memperpendek daur hidup produk (product life cycle). Sementara itu dari segi potensi, usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan skala usaha yang dinamis yang memiliki daya responsif, fleksibilitas dan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan teknologi dan pasar.
Dalam kaitannya dengan krisis ekonomi yang tengah terjadi saat ini, usaha nasional perlu diselamatkan, dibangkitkan kembali, dan diperkuat, terutama UKM dan Koperasi yang terbukti memiliki fleksibilitas lebih tinggi untuk beradaptasi terhadap perubahan. Dengan demikian dalam krisis ini UKM dan Koperasi diharapkan mampu lebih berperan dalam mengatasi pengangguran,pemenuhan ketersediaan kebutuhan masyarakat, dan menggerakkan kembali roda perekonomian nasional.

3.4 Tantangan (threat )

Tantangan bagi dunia usaha agar kondusif bagi upaya-upaya pemberdayaan dan pengembangan UKM dan Koperasi mencakup aspek yang luas, antara lain: (a) peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal kemampuan manajemen, organisasi, dan teknologi; (b)kompetensi kewira-usahaan; (c) akses yang lebih meluas terhadap permodalan, informasi Teknologi dan pasar, serta faktor masukan produksi lainnya; dan (d) iklim usaha yang sehat yang mendukung tumbuhnya inovasi dan kewira-usahaan, praktek bisnis berstandar internasional, serta persaingan yang sehat.
Tantangan lain yang paling mendasar adalah bagaimana membenahi krisis moral (moral
hazard) yang telah melanda, baik kalangan pemerintah maupun dunia usaha, dan telah melahirkan “monster” KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang telah merusak sendi-sendi etika berusaha (business ethic) dan iklim usaha sehingga kurang sehat dan kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya pelaku-pelaku ekonomi nasional yang mandiri (bukan karena fasilitas), tangguh dan mampu bersaing di arena internasional.



Implikasi krisis ekonomi yang kita alami dewasa ini sekaligus juga tantangan bagi upaya pengembangan investasi dan dunia usaha antara lain adalah, pertama-tama seluruh energi bangsa perlu dipadukan, termasuk dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah (Indonesia incorporated) untuk saling memberi dukungan moral untuk memperkuat percaya diri sebagai bangsa untuk keluar dari krisis. Kemudian sikap kita harus dilandasi optimisme yang realistis, antara lain melalui pemanfaatan peluang-peluang ekspor serta kegiatan-kegiatan usaha yang mengandalkan pada sumber alam (resource-based industries) dan bahan baku lokal seperti sektor pertanian (agroindustries/agrobusiness) dan pariwisata. Yang juga penting, dunia usaha perlu menghayati pentingnya kemampuan akses dan penguasaan informasi sebagai sumber keunggulan kompetitifnya.
Selain itu dunia usaha harus segera menyiapkan diri untuk menghadapi terjadinya reorientasi, pergeseran, serta restrukturisasi di bidang masing-masing. Reformasi untuk membangun good corporate governance juga harus segera dilaksanakan dan diperluas agar dunia usaha nasional dapat dipercaya dan diterima oleh masyarakat dunia usaha internasional. Yang terakhir namun justru sangat penting adalah bahwa reformasi perbankan harus segera dituntaskan, antara lain melalui: (a) rasionalisasi, restrukturisasi, dan rekapitalisasi bank-bank swasta dan nasional agar lebih sehat, termasuk Lembaga Keuangan Masyarakat seperti Antara lain Bank Perkereditan Rakyat (BPR), Balaiusaha Mandiri Terpadu (BMT), Koperasi/Unit Simpan-Pinjam (KSP/USP), Badan Kredit Desa (BKD), Modal Ventura Daerah (MVD), Koperasi Kredit (Credit Union), dan lumbung nagari; (b) kebijaksanaan moneter yang seksama untuk mencegah terjadinya hiperinflasi; serta (c) mengupayakan mengalirnya kembali sumber-sumber pembiayaan, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang vital seperti ekspor, produksi pangan, usaha kecil dan menengah, dan sebagainya.





BAB IV

4.    PENUTUP

4.1. Kesimpulan

            Dalam kondisi Negara kita yang sedang dilanda kemiskinan dan persaingan perekonomian yang sangat ketat ini, nampaknya sangat tepat sekali sebagai peluang dan kesempatan untuk memberdayakan koperasi dan UKM untuk memperbaiki perekonomian Negara kita mulai dari kalangan bawah atau miskin. Karena sifat koperasi yang sangat fleksibel,responsive dan mudah beradaptasi diberbagai kondisi perekonomian. Sebagai faktor pendukung agar terwujudnya koperasi dan UKM seperti yang dicita-citaka tidak kalah pentingnya faktor SDM yang menjalankannya. Dari semua pembahasan diatas marilah kita berdayakan koperasi dan UKM untuk memperbaiki perekonomian Negara yang kita cintai ini. Karena koperasi dan UKM merupakan ujung tombak perekonomian Negara.  


4.2.   Referensi

* http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/myweb/sanafri.htm
* http:/www.indonesia.go.id/id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10468
* http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/makalahsamarinda.pdf
* http://masherla.wordpress.com/2010/10/27/definisi-ekonomi-koperasi-4/


* http:/www.indonesia.go.id/id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10468